DENPASAR ● Kondisi Bali saat pandemi Covid-19 membuat usaha di Bali yang utamanya pariwisata sempat macet, begitu juga permasalahan usaha akomodasi pariwisata. Melirik salah satu sidang di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Senin (25/07/2022) kemarin, Akira Pramono (54) bersama Chendrawati Fransciska (57), melalui kuasa hukumnya Suriantama Nasution, SE, SH, MM, MBA, MH, BKP, Advokat (40) menggugat PT. Equity Finance Indonesia.
<iframe src="https://www.youtube.com/embed/X-KXhAgB4mA" frameborder="0" allowfullscreen="allowfullscreen"></iframe>
Melalui Advokat Suriantama Nasution menjelaskan bahwa gugatan itu adalah mencari keadilan dari hukum, dimana kliennya sejak tahun 2005 sampai 2022 sudah menjadi nasabah PT. Equity Finance Indonesia.
"Kira-kira 5 Milyar sudah klien kita lunasi, hubungan ini adalah hubungan mesra. April 2020 klien kita mulai terseok-seok bukan karena apa, tetapi kondisi global pariwisata Bali mengalami stop karena Pandemi Covid-19, "ungkap Nasution, Senin (25/07/2022), di Denpasar.
Hutang mereka secara total dibebankan 1, 6 Milyar oleh PT. Equity Finance Indonesia, itulah yang ditolak oleh kliennya. Sebab menurutnya bahwa kliennya sanggup membayar dengan angka 800 juta secara pokoknya.
"Prinsipal kita siap membayar tapi jangan dibengkakkan seperti itu"
"Apalagi tidak adanya pemahaman yang diberikan terlebih dahulu terhadap klien kita yang diberikan perjanjian pembagian hasil jaminan secara Pari Passu Prorata Parte, tentu itu merugikan klien kami, "ungkapnya.
"Ketika kita memiliki 10 perikatan perjanjian, lalu dibiayai dengan 10 jaminan, lalu 9 sudah dilunasi tinggal 1, tetapi yang 9 ini tidak bisa dikembalikan haknya karena terikat pari passu"
Arti Pari Passu (klik untuk link)
Ia juga membeberkan praktik dimana kliennya diminta untuk menjual salah satu busnya, dijual dan akan dikembalikan surat-suratnya (BPKB) dengan nilai 120 juta. Tetapi begitu uang diserahkan ke PT. Equity Finance Indonesia tidak mengembalikan dengan alasan terikat perjanjian pari passu.
Yang parahnya kliennya dikejarlah oleh pembeli yang dijanjikan diberikan suratnya, ia harus mengganti 150 juta karena dianggap ingkar janji.
"Tentu ini merupakan misleading dan miss management atas praktik akal-akalan, dengan cara Perbuatan Melawan Hukum. Apalagi Equity lembaga keuangan bukan bank (anjak piutang). Yang berkurang itu dendanya bukan pokoknya"
Kliennya pun tidak dijelaskan juga tentang perjanjian Pari Passu ini begitu mengikat, tidak ada informasi yang dijelaskan sebelumnya tentang perjanjian yang digugat tersebut.Didi selaku mantan kepala supir di PT. Adenium Transwisata dalam sidang PN Denpasar, juga membenarkan kondisi di perusahaan mati total karena kondisi global yang ada akibat pandemi. Ia juga menjelaskan bahwa benar medium bus yang dikelolanya dulu adalah bus yang masih dalam hutang-piutang di PT. Equity Finance Indonesia.
"Ya lunas 10 bus dari tahun 2005, sekarang sisa 6 bus (30 seats) lagi, "jelasnya dalam sidang, Senin (25/07/2022), di PN Denpasar.
Ia mengetahui penjualan salah satu bus yang dianjurkan kepala cabang PT. Equity Finance Indonesia Denpasar, Djoko Hariyanto. Pihak PT. Equity Finance Indonesia, datang ke kantor PT. Adenium Transwisata menganjurkan untuk menjual salah satu busnya (120 juta), lalu uangnya dikasihkan ke Djoko Hariyanto yang dijanjikan bahwa akan dikeluarkan bus dengan plat DK 9074 FA, sebut saksi Didi.
"Uang sudah diberikan tetapi surat-suratnya belum diberikan pak Djoko"
Ia juga membenarkan bahwa Akira Pramono dan Chendrawati Fransciska bukan suami istri yang telah dibuatkan perjanjian pembiayaan oleh PT. Equity Finance Indonesia.
"Ya saya melihat dari kaca tempat posko supir-supir, bahwa pak Akira, Djoko, Dwi dan mba Deva lagi menandatangani perjanjian pembiayaan dari PT. Equity Finance Indonesia"
"Ia benar Akira Pramono dan Chendrawati Fransciska bukan suami istri. Ibu Chendra (travel agent) tinggal di Jimbaran sedangkan pak Akira di Gianyar, mereka bukan suami istri, "tegasnya.
Akira Pramono selaku pemilik PT. Adenium Transwisata, mengiakan pernyataan semua diatas tersebut. Ia juga mengatakan bahwa tidak pernah hitung-hitungan terhadap selama ini dengan PT. Equity Finance Indonesia, dikarenakan sudah bersahabat sejak lama.
Baca juga:
KPK Apresiasi Peningkatan Skor IPAK 2022
|
"Keinginan saya hanya membayar kekurangan hutang saja. Sebelum pandemi awal 2019 saya buka kontrak lagi ada 3 kontrak, nilanya 1, 6 M totalnya. Saya juga rutin bayar 1 tahun dari 36 bulan sudah terbayar 18 bulan, " bebernya di salah satu rumah makan di Denpasar, Senin (25/07/2022).
Lalu setelah berjalan yang berat di masa pandemi, dirinya mengaku didatangi untuk menandatangani kontrak baru dengan nilai 3, 6 M (dari 800 juta). Kita tidak mendapatkan keringanan justru membayar 500 ribu per 3 bulan, itu juga dikatakannya tidak paham itu uang hangus.
"Denda-dendanya ditaruh dibelakang, kita bukan tidak berkomunikasi untuk minta pengurangan tapi jawabnya hanya tunggu pusat terus"
Tim Garda Media juga menanyakan kembali tentang hubungan Akira Pramono dan Chendrawati Fransciska sebagai suami istri, Akira mengiakan hal tersebut dan menolak itu bukan idenya. Tentu ini menyalahi aturan dari otoritas jasa keuangan. Diduga inilah yang menjadi jebakan betmen dari perjanjian yang telah diterima Akira.
"Itu ide mereka"
"Nanti tunggu pusat, kami tidak berwenang selalu mereka begitu, "sahut Chendrawati Fransciska.
Anggota Persatuan Perusahaan Angkutan Pariwisata Bali (PAWIBA) Bidang Umum dan Media, Wayan Thomas B juga menekankan bahwa pertemuan dengan DPRD Bali, Bali Tourist Board, OJK, BI dan para Finance yang juga sudah disampaikan kepada Gubernur dengan semua stake holder pariwisata adalah memiliki rekam jejak sama, soal kredit macet akibat pandemi Covid-19, pada waktu yang lalu. Itu harus segera dibenahi, diberikan keringanan dengan jalur terbaik.
"Kita konsen dengan anggota kita yang berjumlah 188 pengusaha untuk segera bangkit. Akibat pandemi ini para finance belum ada yang memberikan kucuran kredit bagi para seluruh pengusaha bus pariwisata"
Menemui seusai sidang PN Denpasar, Advent Dio Randy, S.H., menanyakan soal melonjaknya jumlah pinjaman PT. Adenium Transwisata. Ia mengatakan bahwa macetnya pembayaran itu bukan hanya satu kali saja, sudah berkali-kali. Ia juga menolak surat yang diajukan oleh PT. Adenium Transwisata kepada PT. Equity Finance Indonesia langsung surat perjanjian perdamaian tetapi seharusnya surat permohonan.
"Kita belum sepakat secara teknis"
Permohonan yang diajukan oleh PT. Adenium Transwisata dikatakannya belum sesuai dengan pokok dan bunga dalam hitungan PT. Equity Finance Indonesia.
"Kita sebenarnya belum melakukan upaya hukum sama sekali untuk upaya eksekusi penarikan objek, masih memberikan ruang kepada penggugat"
Ditanyakan tentang perjanjian restrukturisasi yang baru dirinya mengatakan bahwa itu untuk masalah jatuh tempo.
"Itu bukan satu kontrak, ada lahan juga itu adalah jaminan tambahan (Hak Tanggungan), "paparnya.
Sidang akan dilanjutankan tanggal 10 Agustus 2022. (Ray)